Menuju Praktik Kardiovaskular yang Rasional:Pentingnya Penyusunan Appropriateness Use Criteria dalamIntervensi Kardiologi di Indonesia
Main Article Content
Abstract
Intervensi kardiologi di Indonesia berkembang
pesat, meningkatkan akses pasien terhadap terapi invasif. Namun, belum
adanya Appropriateness Use Criteria (AUC) menimbulkan variasi praktik
dan risiko intervensi tanpa indikasi. Dari perspektif etik kedokteran, hal
ini melanggar prinsip beneficence, non-maleficence, justice, dan autonomy.
Ilustrasi Kasus: Seorang ibu berusia 64 tahun dengan keluhan sakit dada
yang tidak khas, berkonsultasi ke seorang dokter spesialis jantung senior.
Tanpa dilakukan pemeriksaan fungsional, pasien langsung dijadwalkan
angiografi koroner. Hasil angiografi menunjukkan lesi sangat minimal,
namun pasien tetap dilakukan percutaneous coronary intervention (PCI)
dengan pemasangan stent. Tindakan ini tidak memiliki indikasi obyektif
dan menimbulkan risiko komplikasi serta beban biaya. Diskusi: Keputusan
angiografi maupun PCI harus didasarkan pada bukti obyektif adanya
iskemia melalui uji fungsional. Tindakan invasif tanpa data obyektif
berisiko merugikan pasien, melanggar prinsip etik, dan membebani sistem
kesehatan. Secara internasional, AUC yang disusun oleh ACC/AHA dan
diterapkan di Amerika Serikat terbukti menurunkan angka inappropriate
PCI. Indonesia menghadapi hambatan berupa keterbatasan fasilitas
diagnostik, ketiadaan registri nasional, variasi pelatihan, serta insentif
finansial yang tidak selalu selaras dengan praktik berbasis bukti. AUC nasional merupakan kebutuhan mendesak. Pemeriksaan fungsional
harus menjadi syarat mutlak sebelum angiografi atau PCI diputuskan.
Integrasi AUC dalam regulasi dan sistem pembiayaan, termasuk BPJS,
akan menjamin bahwa tindakan invasif hanya dilakukan bila tepat indikasi.
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.